expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 23 Desember 2010

SOLIDARITAS: Kearifan Berbagi dari Wasior

Rabu, 22 Desember 2010

Pengungsi bencana banjir bandang menempati  hunian sementara, Wasior, Sejak Desember (20/12).
Anak-anak  tak mendapat susu. Belum lagi nyamuk malaria pada malam hari. Sudah ratusan janji diberikan, tetapi belum satu pun yang menjadi kenyataan. Tetapi, semangat berbagi yang menghapus sekat agama dan suku juga tumbuh di hunian Wasior. (FOTO: KOMPAS/DWI BAYU RADIUS)



Magdalena Ramar (21) membilas pakaian di pengungsian di Desa Ramiki, Distrik Wasior Kota, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Selasa (21/12). Ia dan 100 keluarga pengungsi lain menikmati air bersih berkat jaringan pipa yang dibangun warga setempat dari sumber air. 

Kakak beradik Agus Sawaki (30) dan Tera Sawaki (32) tak berharap apa pun dengan membangun pipa air bersih dari sumber air sepanjang 100 meter ke hunian sementara Ramuki.

”Kasihan. Kalau tidak dibantu, pengungsi harus mondar-mandir mengangkat air,” ujar Tera. Menurut dia, pada dasarnya setiap manusia punya perasaan kasih sayang. ”Kami semua menjadi korban banjir, tetapi penderitaan pengungsi lebih berat,” kata Tera.

Tak hanya air, kebutuhan lain, seperti sayur- mayur dan buah-buahan, pun dia berikan seadanya.
Tera dan Agus bukan orang berada. Mereka mensyukuri selamat dari bencana banjir bandang, 4 Oktober 2010 pukul 08.30, dengan membantu pengungsi tanpa pamrih.

Meski jauh dari pusat pemerintahan dan hiruk-pikuk kemewahan, rasa kekerabatan dan kekeluargaan di Wasior amat kental. Awalnya, Tera dan beberapa warga melihat para pengungsi kewalahan mencukupi kebutuhan air untuk sehari-hari. Karena itu, mereka langsung turun tangan memasang pipa air, pekan lalu.
”Tidak hanya saya. Masyarakat Desa Ramiki dan di berbagai desa dekat hunian sementara juga membantu para pengungsi,” imbuhnya.

Magdalena menuturkan, truk tangki bantuan pemerintah hanya sekali datang ke Ramiki mengisi tandon air berkapasitas 1.100 liter. Itu pun hanya dua tandon dari 20 tempat penampungan air yang diisi. Dalam sehari, air pun habis.

”Belum pernah ada lagi bantuan dari pemerintah. Terakhir, instalasi listrik baru dipasang hari Minggu lalu setelah dua pekan kami di sini,” katanya.

Menghapus sekat
Semangat berbagi yang menghapus sekat agama dan suku juga tumbuh di hunian sementara Kabo 1, Desa Kabo, Distrik Kabo. Keluarga Aco Sangkala (28), seorang Muslim, dengan senang hati berbagi air bersih atau minyak goreng dengan keluarga Yati Lamomu (37), seorang Kristen.

”Belum ada pejabat yang singgah ke sini. Tetapi, kalau hanya mengharapkan pejabat datang, bisa-bisa kami mati kelaparan,” ujar Yati.

Pernah suatu hari datang nasi kotak kiriman pemerintah setempat. Namun, pengungsi malah gatal-gatal setelah melahap nasi berlauk ikan itu. Bahkan, seorang anak harus dievakuasi ke rumah sakit karena diduga keracunan makanan.

Pengungsi pun jera menerima sumbangan nasi kotak lagi dan memilih mengurus makanan secara mandiri.
Sepekan sesudah mereka menghuni hunian sementara Kabo 1, baru mobil tangki datang mengisi penampung air. Itu pun sudah habis hanya dalam tiga hari. Di Hunian Sementara Kabo 1, Desa Kabo, Kecamatan Kabo, Kabupaten Teluk Wondama, jumlah pengungsi mencapai 300 orang.

Jadilah sejumlah pengungsi mengumpulkan uang untuk sekadar menyewa mobil pengangkut air. Setiap keluarga mengiur Rp 10.000 untuk membeli 400 liter air bersih dari mobil penjual air keliling.

Minyak goreng pun dibagi. Pernah pengungsi mendapatkan bantuan minyak goreng dari mahasiswa di Nabire, Papua. Setiap barak dijatah empat botol. Setelah dibagi-bagi, setiap keluarga hanya mendapatkan dua gelas kecil minyak.

”Tak mengapa, dibagi-bagi. tak ada perbedaan asal daerah, keyakinan, atau warna kulit. Di sini kami sama-sama susah,” kata Thomas.

Hidup di penampungan sungguh bukan hal yang mudah. Mereka baru mendapatkan penerangan tiga minggu kemudian. Saat aliran listrik belum menyala, mereka harus berbagi lampu teplok. Pengungsi yang memiliki lilin dengan rela membagikannya kepada yang lain.

Sebisa mungkin mereka swadaya walau belum bisa mencukupi kebutuhan yang ada. Mereka lelah menanti janji bantuan makanan, air, atau fasilitas kesehatan pemerintah pusat dan daerah yang belum terwujud.
”Anak-anak kami tak mendapat susu. Belum lagi nyamuk malaria pada malam hari. Sudah ratusan janji diberikan, tetapi belum satu pun yang menjadi kenyataan,” tutur Thomas sambil tersenyum kecut.

Luka psikologis belum sepenuhnya pulih. Namun, kearifan lokal mampu mendorong mereka menata kembali kehidupan baru yang lebih baik.

Dari pengeras suara di barak pengungsi Kabo 1 terdengar lagu Natal bernada riang. Jingle bells, jingle bells, jingle all the way...

Sumber: Kompas, 22 Desember 2010

Sabtu, 18 Desember 2010

Pascabencana: Setahun, Korban Merapi Diharap Mandiri

Jumat, 17 Desember 2010


Setelah statusnya diturunkan dari awas menjadi siaga,  warga dari berbagai kota ramai berkunjung  untuk menyaksikan dampak  kerusakan akibat erupsi Merapi. Kerugian akibat erupsi Gunung Merapi di tiga wilayah di provinsi Jawa Tengah ditaksir mencapai 479,32 miliar.
(FOTO: TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI)

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Sosial Salim Segaf Al'Jufrie mengatakan, korban bencana Gunung Merapi diharapkan bisa mandiri dalam setahun pascaletusan melalui program kelompok usaha bersama.
"Kita usahakan apa kira-kira usaha mereka setelah tiga bulan pascabencana agar terus mandiri. Mudah-mudahan tidak sampai setahun mereka sudah mandiri," kata Mensos seusai ziarah di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta, Jumat (17/12/2010).

Mensos bersama ratusan pegawai Kementerian Sosial, anggota Karang Taruna, dan Tagana berziarah ke TMP Kalibata dalam rangka Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang puncaknya diperingati pada 20 Desember.

Pemerintah saat ini sedang membangun hunian sementara (huntara) bagi korban bencana Merapi, dan sejalan dengan itu juga direalisasikan dua hal utama terkait perekonomian masyarakat setempat, yaitu program padat karya dan kelompok usaha bersama (Kube).

Menurut Mensos, melalui program Kube diharapkan kemandirian warga korban letusan Merapi bisa tercapai. Sebab, program padat karya hanya berlangsung tiga bulan, setelah itu warga kembali menganggur. Saat ini sekitar 700 proposal Kube sudah masuk ke Kementerian Sosial dan sedang diteliti di lapangan.

Dalam kesempatan itu, Mensos juga menegaskan, stok pangan bagi korban bencana, baik di Mentawai maupun Wasior tetap tersedia. "Sebenarnya stok cadangan beras cukup, kalaupun kurang di beberapa titik atau mungkin suplai dari provinsi yang kurang lancar. Saya yakin insya Allah cukup, terutama untuk masalah pangan," jelasnya.

Sebelumnya, korban tsunami di Mentawai sempat mengalami kekurangan makanan karena pasokan yang terlambat akibat cuaca buruk sehingga kapal tidak berani melaut.

Kerugian Akibat Erupsi Merapi Rp 479,32 miliar

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng memperkirakan kerugian akibat erupsi Gunung Merapi di tiga wilayah di provinsi ini mencapai 479,32 miliar.

"Kerugian tersebut terjadi di 18 sektor yang kebutuhan dana bagi proses rehabilitasinya akan diajukan ke pemerintah pusat," kata Kepala BPBD Jawa Tengah, Priyanto Jarot Nugroho, Rabu (15/12/2010).

Sejumlah sektor yang mengalami kerusakan akibat erupsi gunung berapi teraktif di dunia ini di antaranya kesehatan, pendidikan, pertanian, pemukiman, dan sebagainya.

Pascabencana Merapi, pemerintah provinsi bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah siap mulai rehabilitasi.

Masa rehabilitasi akan berlangsung mulai Januari-April 2011.

Meski demikian, hingga saat ini masih terdapat ancaman lahar dingin material Merapi yang terjadi bersamaan dengan tingginya curah hujan di kawasan lereng gunung ini.

Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan ancaman banjir lahar masih akan terjadi hingga Februari 2011 mendatang.

Menurut dia, banjir lahar dingin yang terjadi beberapa waktu telah mengalir ketujuh sungai yang ada di lereng Merapi. Sebuah jembatan rusak akibat luapan banjir lahar dingin ini.

Untuk mengantisipasi kerusakan serta dampak yang terjadi akibat banjir lahar dingin ini, pemerintah telah menyiagakan sejumlah alat berat.

Selain itu, untuk jembatan yang rusak juga telah diperoleh bantuan jembatan darurat dari Zeni Tempur Komando Daerah Militer IV/ Diponegoro.

"Jika ada lagi jembatan yang rusak akibat aliran lahar dingin ini, bantuan jembatan darurat dari Zeni Tempur Kodam IV siap digunakan," katanya.

Sumber: Kompas, Antara
Credit foto: Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali

Minggu, 12 Desember 2010

Gubernur DIY Perpanjang Tanggap Darurat Merapi Hingga 23 Desember

Rabu, 8 Desember 2010 


Sleman (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X memperpanjang masa tanggap darurat bencana letusan Gunung Merapi selama 14 hari setelah masa tanggap darurat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berakhir pada 9 Desember.

"Masa tanggap darurat untuk bencana letusan Gunung Merapi ini kami perpanjang selama dua minggu hingga 23 Desember nanti dengan pertimbangan saat ini masih banyak pengungsi yang harus ditangani," katanya di Sleman, Rabu.

Menurut dia, untuk masa tanggap darurat ini nantinya penanganan akan dilakukan Pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Sleman karena Badan Nasional Penanggulangan Bencana masa kerjanya berakhir pada 9 Desember.

"Perpanjangan masa tanggap darurat ini harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi agar dapat berjalan dengan cepat. Saat ini masih banyak pengungsi, masak mau memberi makan pengungsi saja harus lelang dulu," katanya.

Ia mengatakan, saat ini masih banyak yang harus ditangani terkait dengan pengungsi bencana Merapi, baik itu terkait pemenuhan kebutuhan hidup maupun kebutuhan lainnya.

"Pengungsi yang tidak memiliki rumah lagi atau rusak parah kan tetap harus berada di barak sampai nanti mereka dipindahkan ke rumah hunian sementara,  jangan sampai hal ini terputus," katanya.

Sultan mengatakan, selain itu alasan perpanjangan tanggap bencana  juga karena saat ini masih ada ancaman sekunder dari erupsi Gunung Merapi seperti banjir lahar dingin.

"Bahkan ancaman sekunder ini tidak hanya di wilayah Kabupaten Sleman namun juga di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Agar penanganan lebih cepat,  maka masa tanggap darurat ini diperpanjang," katanya.

Bupati Sleman, Sri Purnomo, mengatakan perpanjangan masa tanggap darurat ini akan sangat memudahkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari para pengungsi korban bencana Merapi.

"Dalam masa tanggap darurat ini tidak diperlukan aturan resmi untuk pemenuhan kebutuhan pengungsi,  sehingga dapat dilakukan lebih cepat," katanya.

Minggu, 05 Desember 2010

Serunai Sukses Galang Dana di Sabuga, Bandung

Bandung, 21 November. Siapa bilang menggalang dana mudah? Faktanya memang tidak mudah, apalagi kalau dibandingkan media TV yang begitu mudah menggalang dana besar dalam sekejap.  Tapi, betapapun sulitnya, penggalangan dana hukumnya wajib dilakukan untuk membantu meringangkan beban para korban bencana. Setelah berupaya menggalang dana dengan menggunakan kekuatan media jejaring sosial: Blog, Facebook dan Twitter, selanjutnya  SERUNAI melakukan penggalangan dana secara off-line alias tatap muka langsung dengan masyarakat luas. 

Kesempatan itu datang setelah  sebuah perusahaan besar nasional yang berpusat di Bandung, Jawa Barat yakni, PT Duta Future International-Duta Business School  (DFI-DBS), membuka pintu bagi SERUNAI dengan menyediakan stan di acara tahunan mereka di Gedung Sabuga, ITB, Bandung, Jawa Barat. Peluang luar biasa ini langsung ditangkap. SERUNAI menyiapkan segala yang diperlukan seperti banner, voucher senilai Rp.5000-20.000, fotokopi komik “Kamu Juga Superhero-Galang Bantuan Untuk Merapi-Mentawai,” fotokopi ajakan untuk memberikan donasi, kotak kardus untuk diedarkan ke pengunjung, dan seterusnya.

Pada Minggu, 21 November 2010, relawan SERUNAI dengan berpakaian atasan warna putih dan celana panjang hitam, beraksi dengan semangat gegap gempita. Banner dipasang, meja disiapkan, voucher siap ditawar-tawarkan, kotak kardus ditempeli kertas donasi dan siap diedarkan. Hari itu bertepatan dengan peringatan Ulang Tahun Ketiga DFI-DBS, tak heran bila pengunjungnya mencapai jumah ribuan dan datang dari berbagai provinsi di Jawa dan Luar Jawa.

Maka kerja keras para relawan SERUNAI, yang mendapatkan bantuan dari relawan mahasiswa dari Bandung, hari itu betul-betul patut disyukuri. Semua lebur jadi satu, semuanya semangat mengedarkan kotak kardus, mengedarkan voucher, meneriakkan donasi, berkeliling dari pelataran Gedung Sabuga, ITB, sampai ke tempat-tempat duduk pengunjung. Suasana paling mengharukan adalah ketika slide power point SERUNAI tentang korban bencana di Merapi dan Mentawai ditayangkan di layar besar. Para relawan  pun makin semangat mengedarkan kotak donasi. Karena dilakukan dengan semangat  membantu para korban bencana, maka semua kelelahan  fisik jadi tidak terasa.

 

Momen yang paling membanggakan adalah ketika perwakilan relawan SERUNAI, yang diwakili Ichsan Nurbudi dan Andi Meilisa, didaulat naik panggung untuk menyerahkan piagam penghargaan atau ucapan terima kasih kepada PT DFI-DBS, diwakili Bapak Margono, yang telah memberikan fasilitas tempat dalam acara mereka. Semoga amal baik para petinggi DFI-DBS, Bpk Febrian, Bpk Randu, Bpk Sony, dan Bpk Margono serta ribuan anggotanya yang selalu mengucapkan yel-yel “Semangat Pagi”, mendapatkan balasan  setimpal dari Yang Maha Kuasa.  SEMANGAT PAGI…!

 

*Special thanks to: Jules Herman, Andi Kumalasari, Fitri Rizkiani, Bunda dan rekan-rekan lain yang telah membantu Fundraising SERUNAI di Sabuga, ITB, Bandung.