expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 01 Agustus 2011

Kandang Sapi dari Donatur Serunai untuk Warga Serunen

Bapak Slamet dan istri di depan kandang sumbangan donatur Serunai. (FOTO: Istimewa)


Akhirnya kandang sapi sumbangan dari para donatur Serunai berhasil diwujudkan. Warga Serunen, Desa Glagaharjo, Sleman, Yogyakarta, yang beruntung mendapatkan sumbangan pembangunan kandang sapi ini adalah Bapak Slamet dan keluarga. Sebagaimana korban Merapi lainnya yang kembali mencoba menata masa depan mereka, Bapak Slamet akan memanfaatkan kandang sapi ini untuk membangun kembali kehidupan ekonomi keluarganya. Sebelum bencana letusan Gunung Merapi, warga di desanya hampir semua beternak sapi perah atau membuat batako. 

Stiker bantuan donatur Serunai di kandang 
  "Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan kandang yang diberikan pd keluarga kami," kata Pak Slamet setelah serah terima kandang sapi. "Kami berharap para tetangga peternak sapi korban Merapi, juga segera mendapat giliran sumbangan kandang, sehingga ekonomi kami bisa segera bangkit. Dengan adanya kandang, maka kami bisa segera memelihara sapi kembali. Memang sapi yang kami pelihara saat ini belum sapi perah kualitas bagus sebagaimana kami miliki sebelumnya. Tapi tahun depan, Insya Allah kami sudah  punya sapi perah lagi dari  hasil membesarkan sapi yang kini kami pelihara."

Tak lupa Pak Slamet mengucapkan terima kasih setulusnya kepada semua dermawan yang telah berbaik hati menyumbangkan sebagian dana, untuk para korban bencana Merapi seperti keluarganya. "Kami berdoa semoga saudara-saudara kami yang sudah menyumbangkan tenaga dan bantuan kepada kami, diterima amalnya, " kata Pak Slamet, "...diberi kemudahan dalam semua urusan, dan diberi kelimpahan rejeki. Terima kasih." 

Melalui kandang sapi perah ini, Pak Slamet akan kembali menata kembali kehidupan ekonomi keluarganya.


Terwujudnya  pembangunan kandang sapi ini juga berkat bantuan rekan-rekan LSM alumni HMI Fak.Ekonomi UGM Yogyakarta, yang membantu pengawasi pekerjaan pembangunan, merekrut tukang, hingga selesainya kandang  bernilai ekonomi tinggi ini.

Sejauh ini, Serunai telah memberikan sumbangan lebih dari 150 buku dan majalah anak untuk Mentawai, pembangunan kandang ternak ayam untuk korban Merapi, membantu kebutuhan pengungsi korban lahar dingin di Magelang, dan pembangunan kandang sapi di Serunen, Yogyakarta. Pada kesempatan yang baik ini, ijinkan kami mengucapkan terima kasih tak terhingga atas semua bantuan donatur, baik melalui online maupun langsung, yang tak bisa kami sebut namanya satu per satu. Semoga amal baik Anda semua mendapat balasan setimpa dari-NYA.

Selamat berpuasa Ramadan. Ramadan Mubarak!

Rabu, 06 Juli 2011

Kali Gendol Tak Mampu Lagi Tampung Material Merapi, Bisa Jadi Bencana Baru di Musim Hujan

Kali Putih saat terjadi banjir lahar dingin di Magelang, Jawa Tengah. Material lahar Gunung Merapi yang sudah tak tertampung lagi di kali bisa menimbulkan bencana baru saat memasuki musim penghujan. (FOTO: Serunai)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandrio, mengatakan, pascaerupsi besar 2010 kondisi aliran Sungai Gendol di Kabupaten Sleman sudah penuh dengan material lahar Gunung Merapi.

"Bahkan di beberapa titik yang kami pantau dengan citra satelit dan survei darat menunjukkan bahwa timbunan material vulkanik ini justru lebih tinggi dari kawasan di kiri-kanannya," katanya di Sleman, Rabu.

Ia mengemukakan, kondisi itu sangat rawan saat musim hujan mendatang. Jika terjadi banjir lahar, katanya, material itu bisa meluap ke berbagai tempat.

Subandrio, mengatakan, erupsi Merapi setelah letusan Oktober dan November 2010 telah mengubah kondisi gunung teraktif di dunia tersebut.

"Akibat letusan Oktober-November lalu, Merapi lalu membentuk kubah dengan diameter 500 meter dan membuka sejauh 400 meter ke arah selatan," katanya.

Ia mengatakan, karakteristik letusan Merapi biasanya mengikuti arah kubah itu dan hal itu berarti bila terjadi letusan kembali, awan panas akan mengarah ke selatan.

"Sebelumnya kubah Merapi ini mengarah ke arah barat dan barat daya, kubah yang mengarah ke arah barat tersebut terbentuk akibat letusan Merapi pada 1930 dan 1931. Sejak 1780 hingga 2010 Merapi telah meletus 100 kali dan sejak 1930 itu setidaknya Merapi pernah meletus sebanyak 20 kali dan arah awan panas mengikuti kondisi kubah," katanya.

Bila letusan Merapi normal, katanya, biasanya aliran awan panas akan sejauh tujuh hingga delapan kilometer dan umumnya juga mengikuti aliran sungai berhulu di Merapi. "Dengan asumsi terbentuknya kubah akibat letuhan 2010 yang ke arah selatan, maka diprediksi letusan berikutnya akan mengarah ke selatan, sehingga wilayah selatan Merapi akan sangat berbahaya untuk ditinggali," katanya.

Akibat erupsi 2010 tersebut, katanya, saat ini kawasan selatan Merapi sudah tidak ditumbuhi pepohonan lagi dan sebagian kawasan itu juga sudah menjadi tumpukan material Merapi.

"Jadi kondisinya ibarat jalan tol, tidak ada lagi hambatan bagi awan panas untuk meluncur ke bawah," katanya.


Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Antara

Minggu, 26 Juni 2011

Merapi Area Reconstruction to Take Three Years



A village is covered by mud flow from Mount Merapi in Yogyakarta on January 10, 2011. (FOTO:Altamira / AFP - Getty Images -MSNBC)
  
ANTARA, Magelang. The process to reconstruct and rehabilitate the Mount Merapi area is expected to be finished in two to three years , Public Works Minister Djoko Kirmanto said here on Saturday.

"Currently we are making a master plan for the rehabilitation and reconstruction process," said the minister.

He said public facilities and housing complexes in the area were severely damaged by cold lava flows from the eruptions of Mount Merapi last October 2010.

"Apart from bridges and roads, several sabo-dams are also in damaged condition. We expect to gradually repair the damaged sabo-dams because we have a limited budget," said the minister.

Meanwhile, Chief of Magelang district, Singgih Sanyoto, said cold lava floods had caused damage to 21 bridges.

The cold lava also carried away 129 houses in the district leaving other 307 houses severely damaged and 129 experiencing light damage. Five schools were also damage due to the disaster.

The 2,968 meters (9,738 feet) Merapi erupted on October 26 until November 30, 2010 that had left 350 people dead and at least 350,000 others had been made displaced.

The volume of cold lava entrenched on the upper parts of the volcano is estimated at least 140 million cubic meters, whereas the capacity of the infrastructure to tame the volcano downstream is only for 20 million cubic meters, according to the Public Works Ministry.

The cold lava makes it downward onslaught through 15 rivers (Putih, Blongkeng, Pabelan, Woro, Gendol, Boyong, Krasak, Batang, Senowo, Trising, Opak, Bebeng, Kuning, Apu dan Lamat) and from time to time have overflowed the rivers.

A total of 244 dams constructed to hold the smashing cold lava along the streams of the 15 rivers and most of the times can not function properly due to the huge capacity of the lava.

SOURCE: Antara News Agency, |Sat, 06/25/2011 

Selasa, 14 Juni 2011

PascaErupsi: Warga 5 Kilometer dari Merapi Direlokasi

Glori K. Wadrianto

Anak-anak pengungsi korban banjir lahar dingin di lokasi pos pengungsian Tersan Gede, Magelang, Jawa Tengah. (FOTO: SERUNAI)

MAGELANG, KOMPAS.com — Sebanyak 385 kepala keluarga  yang tinggal di lereng Merapi dan terkena langsung erupsi di wilayah Jawa Tengah akan direlokasi pada tahun ini. Mereka adalah warga yang jarak rumah dengan puncak Merapi kurang dari 5 kilometer.

Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah HM Tamzil mengatakan, mereka adalah warga yang tinggal di dua wilayah, yakni Kabupaten Magelang dan Klaten. "Tahun ini, 385 KK (kepala keluarga) dulu, ini tahap pertama," ujar Tamzil, Selasa (14/6/2011).

Terkait dengan rencana itu, warga diminta melakukan relokasi secara mandiri. Mereka bisa mencari dan membangun rumah di tanah yang akan mereka jadikan tempat tinggal. "Pemerintah akan memberikan bantuan uang Rp 30 juta per KK.Tanah yang tadinya dijadikan tempat tinggal mereka di lereng Merapi akan dibeli pemerintah sesuai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Kami sedang dalam tahap pendataan," katanya.

Relokasi tahap pertama ini, lanjut Tamzil, ditujukan kepada warga yang terkena dampak erupsi Merapi. Berikutnya relokasi akan dilakukan terhadap warga yang terkena dampak lahar dingin. "Kami sekarang baru menghitung jarak aman rumah dari sungai yang dialiri lahar dingin," ujarnya.

Sumber: Kompas, 14 Juni 2011

Selasa, 24 Mei 2011

Treacherous Volcanic Mud Extends Merapi Suffering

Nivell Rayda & Candra Malik
  
 Serunai Team visited Desa Salakan, Magelang, Central Java, which part of the villages buried under the cold lava flood from Kali Putih river. (FOTO: SERUNAI)

Muntilan, Central Java, The Jakarta Globe. Rasminah has become increasingly paranoid over the past few months. Although her home was spared in the cataclysmic eruptions of Mount Merapi last year, the 35-year-old mother of four is bracing for the prospect of yet another calamity from the surging waters of the Putih River.

“I can’t sleep at night, especially when it rains,” she said, adding that since early this month she had chosen to stay at a temporary shelter rather than the comfort of her home.

The raging waters have eroded much of the edge of the river, and Rasminah’s house, standing on the edge, is on the brink of falling off the 20-meter-tall cliff.

She said that the edge of the cliff used to be at least five meters away from her wall. Now the gap is just a few centimeters.

The Putih River is just one of four that run through the town of Muntilan, Central Java. Since January, all of them have swollen, drowning homes and farms and cutting off access from Magelang, Central Java, to neighboring Yogyakarta province.

The four rivers have been the source of worry for people living along the banks. Tons of volcanic ash that still covers much of the slopes and foothills of the Mountain of Fire has caused the soil to lose most of its absorbency with devastating results. Known as lahar, the volcanic mud can have devastating consequences.

“This is where the water reaches,” Yusuf, a resident of adjacent Gempol village said, pointing to a line two meters high indicating the severity of the flooding.

Around 70 houses in Gempol were destroyed by a series of floods five months ago. Water and rocks traveling at 50 meters per second smashed into buildings and houses, ripping them off of their foundations. The worst-hit area is still covered in mud almost three meters thick, burying homes and farmland.

Surono, the head of the Volcanology and Geological Disaster Mitigation Agency (PVMBG), said the torrents of lahar would continue to pose a serious threat for at least the next four years.

He said last year’s eruptions dumped an estimated 150 million cubic meters of ash and rock onto Merapi’s slopes. It is estimated that more than two-thirds of that remains on the mountain.

Heri Prawoto, head of the Magelang Disaster Mitigation Office, said that in Central Java, 106 homes had been destroyed by the mud flow, or lahar . Another 323 have suffered heavy damage while 196 houses endured minor to moderate damage. He said 11 more houses, including Rasminah’s, were still at risk.

Seven months after Merapi began its biggest eruptions in a century, approximately 5,600 people still live in makeshift shelters in Central Java. The torrents of lahar have added another 3,400 evacuees.

But the impact of the volcanic mudflow is best observed in Yogyakarta, south of the mountain. The autonomous province is also where most of the rivers from Merapi flow to, with major waterways like the Code and Progo rivers overflowing with volcanic mud for the past several months.

The lahar carried by the rivers has damaged or destroyed 1,000 homes in March alone.

Disaster mitigation head Heri said that authorities had been trying to ease the problem by dredging the rivers and building levees. However, many of the levees have proven too weak in the face of the mud.

Yuni Rahayu, deputy head of Sleman district in Yogyakarta, said that the series of overflows had put a strain on an already depleting budget for disaster response. “The loss that we have experienced due to the eruption of Mount Merapi reached more than Rp 5 trillion [$585 million] and that is before the lahar disasters,” she said.

The deputy district head said that her administration had been so preoccupied in saving lives as calamities occurred one after another that major rehabilitation work had stalled. Fourteen major bridges, hundreds of school buildings and more than 2,600 houses had been destroyed by the recent disasters, she added.

In Muntilan, workers rush to build retainer walls to save homes from eroding soils while dams are constructed to control the flow of the four rivers that run through the town.

“We’re trying to finish the walls as fast as we can,” said Firman, a construction manager, pointing to the area where Rasminah’s house was located.

“Let’s hope there won’t be any more flood, because by the looks of it this cliff will surely erode. Just one major flood is enough to destroy this entire community.”

Source: The Jakarta Globe  May 24, 2011

Senin, 02 Mei 2011

Banjir Lahar Dingin Terjang 52 Rumah Penduduk



Amuk Banjir Lahar Dingin Merapi yang Dahsyat dan Merusak. Hujan deras yang mengguyur puncak Gunung Merapi mengakibatkan terjadinya banjir lahar dingin hingga Kota Yogyakarta, seperti yang ada di bantaran Kali Code, Ledok Tukangan, Danurejan, Yogyakarta, Senin (29/11/2010). Sebagian besar rumah yang ada di bantaran Kali Code tergenang air hingga satu meter dan merusak sejumlah prasarana umum seperti jembatan dan talud. FOTO: KOMPAS/WAWAN H. PRABOWO

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Lahar dingin Merapi menerjang 52 rumah penduduk dan dan merusak 15 hektar sawah di Dusun Kayen, Desa Sindumartani, Ngemplak, Sleman. Peristiwa itu terjadi setelah Tanggul Bangsan jebol diterjang lahar dingin Gunung Merapi. 

"Sebanyak 50 rumah rusak berat dan dua di antaranya rusak sedang," kata Camat Ngemplak Endang Widowati, Senin (2/5) di lokasi bencana, Dusun Kayen, Desa Sindumartani, Ngemplak, Sleman. 

Selain merusak rumah dan areal persawahan, satu unit mobil pick up dan satu traktor tangan hanyut terbawa lahar dingin. Dilaporkan pula, lahar menerjang Peternakan Armafarm sehingga 6.000 ekor ayam petelur hilang dan tiga ekor kambing milik warga hanyut. Akibat bencana lahar dingin ini, 52 kepala keluarga terpaksa diungsikan ke SMA IKIP Veteran, Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman. Sebagian besar warga tak sempat menyelamatkan barang-barang mereka.

Pasca-erupsi Merapi medio Oktober-November 2010 lalu, banjir lahar dingin mengancam sejumlah kawasan. Diperkirakan, banjir lahar dingin akan terus terjadi dalam waktu lama, terutama saat hujan mengguyur.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta memperkirakan, bahaya lahar dingin dari material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi akan berlangsung dalam waktu yang lama. Pihaknya memperkirakan ancaman banjir lahar dingin bisa hingga mencapai lebih dari satu tahun.

"Volume material hasil erupsi Gunung Merapi yang telah terbawa sebagai lahar dingin masih sangat kecil sehingga ancaman lahar dingin masih bisa terjadi dalam waktu lama, bahkan bisa lebih dari satu tahun," kata Kepala Balai Penyelidikan dan pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, pada Selasa (30/11/2010) lalu.

"Material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi tersebut tidak akan turun seketika menjadi lahar dingin, tetapi akan turun dalam volume-volume kecil dalam waktu yang cukup lama," jelasnya.

Ia mengatakan, ancaman bahaya lahar dingin tidak akan sebesar ancaman letusan Gunung Merapi yang berupa awan panas. "Namun, lahar dingin kemungkinan akan lebih sering terjadi dibanding awan panas, terlebih pada musim hujan," kata Subandriyo.

Lahar Dingin Rusak Lahan 10 Ha
Sementara itu sebelumnya, banjir lahar dingin yang mengalir dari hulu Gunung Merapi juga telah  merusak sekitar 10 hektar lahan pertanian di sekitar Kali Juweh, Desa Jrakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

"Kami telah mendata jumlah lahan pertanian sayuran di sepanjang aliran sungai berhulu Merapi di Desa Jrakah itu. Yang rusak diperkirakan sekitar 10 hektar," kata Tumar, Kepala Desa Jrakah, di Boyolali, Jumat (15/4/2011).

Menurut dia, lahan pertanian tersebut merupakan tanah milik desa yang digarap oleh petani setempat. Lahan yang sudah ditanami sayur mayur itu hancur terbawa lahar dingin beberapa waktu lalu.

"Lahan itu merupakan salah satu penghasilan gaji perangkat desa setempat. Lahan khas desa yang longsor mencapai enam hektar, sedangkan sisanya milik warga sekitar," katanya.

Menurut dia, sejak bencana erupsi hingga peristiwa banjir lahar dingin, perangkat desa hanya mengandalkan gaji dari pemerintah karena lahan pertanian mereka sudah rusak terbawa banjir.

"Kami sudah melakukan pengecekan ke lokasi untuk didokumentasi. Kerugian dari lahan khas desa longsor ini mencapai sekitar Rp 125 juta," katanya.

Ia mengharapkan pemerintah daerah setempat mengganti tanah khas desa yang longsor.

Pihaknya akan mengadakan rapat desa untuk membahas masalah tersebut. Hasil rapat dapat disampaikan ke Pemkab guna mencari solusi.

Menurut Tumari, longsor tersebut juga mengakibatkan para petani gagal panen.

"Warga menggarap sayur mayur yang siap panen. Akhirnya mereka hanya bisa gigit jari karena sayuran ikut longsor terbawa lahar dingin," katanya.

Para petani yang menggarap tanah kas desa akhirnya tidak bisa apa-apa dan mereka tidak mampu menyetorkan pajak hasil panen ke desa setempat.

Sekolah Terkubur, Ujian di Rumah Warga
Banjir lahar dingin juga mengganggu pendidikan anak-anak. Puluhan siswa sekolah dasar (SD) Negeri 1 Sirahan, Salam, Magelang, Jawa Tengah terpaksa mengikuti ujian akhir sekolah (UAS) di rumah penduduk. Pasalnya, bangunan sekolah mereka telah terkubur material Merapi. Material setinggi 1-2 meter itu berasal dari luapan Sungai Putih yang meluap usai diterjang banjir lahar dingin Merapi.

"Bukan hanya ujian nasional ini saja, bahkan dua bulan terakhir, kegiatan belajar mengajar (KBM) juga dilakukan di rumah penduduk," ungkap Katam, Kepala SD Negeri Sirahan 1, Salam, Magelang, Senin (4/4/2011).

Menurut Katam, pihaknya terpaksa meminjam rumah warga untuk KBM, karena kondisi bangunan sekolah yang tidak memungkinkan. Parahnya, sejak sekolah ini terendam, 16 dari 84 siswa pindah sekolah. Mayoritas mereka ikut orang tua yang pindah ke rumah saudaranya, terutama orang tua yang sudah tidak memiliki rumah setelah hilang hanyut diterjang banjir lahar.


Sumber: KOMPAS: Aloysius Budi Kurniawan, Inggried (52 Rumah Penduduk Diterjang Banjir Lahar Dingin); Benny N. Joewono (Banjir Lahar Dingin Rusak Lahan 10 Ha); A. Wisnubrata (Sekolah Terkubur, Ujian di Rumah Warga).
FOTO: Wawan H. Prabowo