expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 22 Maret 2011

Merapi: Ratusan Rumah Terendam Lahar Dingin, Korban Banjir Terlantar

Banjir lahar dingin yang bersumber dari materiap erupsi Gunung Merapi masih menebar bencana hingga sekarang. Daya rusaknya menyebabkan ratusan rumah terendam atau tertimbun lahar dingin, memutus jalur Yogya-Magelang, hingga menyengsarakan warga yang terpaksa kembali hidup dengan bantuan minim. (FOTO: KOMPAS, Bahana Patria Gupta)

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan rumah di sepanjang bantaran Sungai Code, Yogyakarta, terendam banjir lahar dingin, Selasa (22/3/2011) sore. Air sungai yang membelah kota Yogyakarta tersebut mulai meluap sekitar pukul 17.15 WIB. Akibatnya, ratusan rumah warga di Kampung Terban, Kotabaru, Jogoyudan, Prawirodirjan dan kampung-kampung yang berada di sepanjang Sungai Code terendam. 

Ratusan warga pun terpaksa mengungsi ke rumah sanak keluarganya yang tidak terendam banjir lahar dingin. Sutarmi, warga Jogoyudan, mengatakan, rumahnya kembali terendam banjir lahar dingin. Padahal, ia baru saja selesai membersihkan lumpur dan pasir yang masuk ke rumahnya akibat banjir lahar dingin pada Sabtu (19/03-2011) malam lalu. 

"Selama 2 hari kami membersihkan rumah dan baru saja selesai, sekarang sudah kebanjiran lagi. Kalau saya punya uang, saya pingin pindah saja" ujarnya. 

Sementara itu, sejumlah warga dibantu Tim SAR terus memantau arus air di Sungai Code, khususnya di tempat-tempat pemukiman yang tanggulnya belum begitu tinggi. 

Mulai Ancam Prambanan
Bahaya banjir lahar dingin Merapi makin meluas dan kini sudah mulai mendekati kawasan Candi Prambanan yang berada di samping Sungai Opak, sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

Bahkan, aliran banjir lahar dingin sudah sampai di titik pertemuan antara Sungai Gendol dan Sungai Opak yang berjarak sekitar 5 kilometer sebelah utara kawasan Candi Prambanan.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo mengatakan, banjir lahar dingin tergantung dari intensitas curah yang terjadi.

Menurut perkiraan BMKG, bulan Maret sampai April curah hujan masih tinggi. Dengan demikian ancaman banjir lahar dingin juga masih tinggi. Perkiraan makin meluasnya ancaman banjir lahar dingin Merapi ini terjadi karena potensi material endapan hasil erupsi 2010 sangat besar, mencapai 130 juta meter kubik.

Selain itu, hujan yang terjadi merata di seluruh kawasan lereng Merapi. Sehingga hampir semua sungai yang berhulu di Gunung Merapi -bila terjadi hujan di puncak- akan teraliri air.

Subandriyo menambahkan, semua sungai yang berhulu di Merapi harus diwaspadai. Sungai-sungai itu, antara lain Sungai Putih, Sungai Woro, Sungai Gendol, Sungi Boyong, Sungai Krasak, Sungi Pabelan, dan Sungai Kuning adalah daerah tepi kanan sungai tersebut perlu diwaspadai.

Tentang ancaman banjir lahar dingin terhadap kawasan Candi Prambanan, Subandriyo menjelaskan, ada potensi banjir lahar dingin sampai di kawasan Candi Prambanan. Namun mekanisme mengalirnya lahar dingin masih perlu dikaji lebih jauh. Terbukti curah hujan yang tinggi tidak lantas mengalirkan secara masiv material endapan erupsi Merapi di Sungai Gendol.
Kepala BPPTK memperkirakan erosi secara masiv terhadap material endapan di Sungai Gendol yang mengarah ke kawasan Candi Prambanan tidak terjadi dalam waktu dekat. "Memang ada potensi banjir lahar dingin sampai di Jalan Yogja-Solo, tetapi tidak terjadi dalam waktu dekat ini," ungkap Subandriyo.

Guna memantau banjir lahar dingin Merapi, BPPTK telah memasang sistem alarm dini berupa accoustic flows monitoring dan sensor curah hujan di bagian hulu Merapi. Alat ini sebagai bahan acuan untuk memberikan peringatan dini kepada semua pihak jika terjadi banjir lahar dingin. 

Korban Banjir Lahar Dingin Terlantar
Korban banjir lahar dingin Sungai Gendol di Sleman yang terjadi Sabtu petang, hingga kini masih banyak yang belum mendapat bantuan.

Warga yang rumahnya rusak berat diterjang material lahar dingin Merapi kini terlantar di pekarangan rumahnya. Sri Sumiyati (46) warga Tambakan, Sindumartani, Ngemplak, Sleman salah satu warga yang rumah ambrol mengaku hingga kini belum mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah.

"Jangankan bantuan, sekadar ungkapan simpati dengan mengunjungi dan bertegur-sapapun belum ada, ya...beginilah jadinya mas, sudah dua hari terlantar, luntang-lantung tidak tahu mau ke mana. Rumah sudah tidak bisa ditempati, alat-alat masak juga tidak bisa digunakan karena rusak semua," terangnya saat ditemui ketika mengumpulkan sisa-sisa perkakas di rumahnya, Senin (21/3/2011).

Sumiyati mengatakan, bantuan mendesak yang dibutuhkan para korban lahar dingin di dusun Tambakan adalah makanan. "Kami sudah tidak bisa masak, selain karena peralatan rusak, bahan panganpun sudah tertimbun. untuk makan kami harus beli, atau menerima bantuan dari saudara atau tetangga," kata Sumiyati.

Setelah makanan tercukupi, bantuan yang diharapkan adalah kepastian nasib mereka nantinya. Adanya kepastian tempat tinggal berupa huntara atau shelter saat ini sangat mereka harapkan.
Sampai saat ini, menurut Sumiyati, belum ada pengumuman ataupun pendataan dari pemerintah. Warga sudah melapor ke perangkat desa namun belum mendapatkan tanggapan .

"Sebaiknya kan para korban ini dikumpulkan di suatu tempat atau diungsikan di balai desa, agar kalau ada bantuan menyampaikan dan membagikannya. Namun, itu juga tidak dilakukan. Kasihan para korban yang sanak saudaranya jauh dan kurang mampu,mereka betul-betul terlantar," ungkapnya.

Di Dusun Tambakan sendiri ada 8 rumah yang rusak diterjang material Merapi. Masuknya material Merapi ke dusun tersebut karena tanggul setinggi kurang lebih tiga meter yang memisahkan Sungai Gendol dan Dusun Tambakan jebol. Padahal, jarak antara tanggul dan dusun Tambakan cukup jauh.

Dengan adanya 8 rumah di dusun Tambakan yang rusak ini maka banjir lahar dingin yang terjadi Sabtu petang lalu telah menghancurkan setidaknya 40 rumah di Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Ngemplak. Dengan demikian total jumlah rumah yang rusak akibat terjangan banjir lahar dingin pasca erupsi Merapi 2010 telah berjumlah 76 rumah.

Penulis: K2-11 | Editor: Inggried, Glori K. Wadrianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar