Minggu, 14 November 2010
SLEMAN, KOMPAS.com — Tim pencarian dan penyelamatan, Tentara Nasional Indonesia, polisi, dan relawan, Minggu (14/11/2010), akan melakukan penyisiran di kawasan dusun sekitar Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk mencari korban letusan awan panas Gunung Merapi.
Menurut keterangan dari Tim SAR Daerah Istimewa Yogyakarta, tim akan melakukan penyisiran di dusun-dusun di sekitar kawasan Kali Gendol untuk mencari korban yang kemungkinan masih berada di daerah tersebut.
Korban meninggal dunia dan luka bakar awan panas vulkanik gunung yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Jumat (5/11/2010) dini hari itu mayoritas berasal dari dusun dekat Kali Gendol.
Tim gabungan evakuasi dalam melakukan penyisiran menggunakan dua kendaraan Hugglands milik Palang Merah Indonesia (PMI) dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibawa ke Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta pada Jumat hingga Sabtu (13/11/2010) pukul 21.30 WIB tercatat 168 orang.
Sebanyak 168 korban yang meninggal dunia itu terdiri atas 37 korban meninggal saat erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010, sedangkan 131 korban meninggal pada erupsi pada 5 November 2010.
Menurut keterangan dari Tim SAR Daerah Istimewa Yogyakarta, tim akan melakukan penyisiran di dusun-dusun di sekitar kawasan Kali Gendol untuk mencari korban yang kemungkinan masih berada di daerah tersebut.
Korban meninggal dunia dan luka bakar awan panas vulkanik gunung yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Jumat (5/11/2010) dini hari itu mayoritas berasal dari dusun dekat Kali Gendol.
Tim gabungan evakuasi dalam melakukan penyisiran menggunakan dua kendaraan Hugglands milik Palang Merah Indonesia (PMI) dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibawa ke Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta pada Jumat hingga Sabtu (13/11/2010) pukul 21.30 WIB tercatat 168 orang.
Sebanyak 168 korban yang meninggal dunia itu terdiri atas 37 korban meninggal saat erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010, sedangkan 131 korban meninggal pada erupsi pada 5 November 2010.
Sementara, harian Republika melaporkan bahwa hujan mengguyur puncak Gunung Merapi pada Ahad (14/11) pagi ini. Relawan dan warga diharapkan waspada terhadap terjadinya aliran lahar dingin yang akan mengaliri sungai-sungai berhulu di Merapi.
"Terjadi aliran diiringi material," ujar percakapan di HT dengan gelombang informasi soal Merapi.
Sungai-sungai berhulu di Merapi seperti Kali Gendol, Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Krasak, Kali Code, dan Kali Apu. Petugas informasi Merapi pun mengingatkan agar para warga, relawan dan wartawan waspada terhadap aliran lahar dingin. Aliran lahar dingin itu, menurut petugas tersebut, ditandai dengan adanya bau belerang.
Sedangkan batas aman aliran lahar dingin tersebut, ujar sang petugas, ada di kisaran 500 meter. "Jarak aman masih di 500 meter. Harap waspada,"tuturnya. Petugas pun mengimbau agar warga yang berada di pinggir kali menggunakan masker.
Selain itu, menurut pantauan HT, terdapat kepulan asap vulkanik coklat dan putih yang membumbung ke arah vertikal. Sementara angin sendiri, bergerak ke timur laut dan cenderung ke barat merapi.
Sementara, kegiatan evakuasi warga yang diduga tewas akibat bencana masih dilakukan oleh TNI Angkatan Darat (Kopasus), tim Search and Rescue (SAR), PMI, Wanadri, dan relawan lainnya di Desa Ngempringan, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Tim kopasus dan PMI kembali menggunakan alat berat haglun untuk menerobos medan evakuasi. Sayangnya, pencarian yang dilakukan dari pukul 07.00 hingga pukul 10.00 WIB itu tidak menemukan satu pun korban yang diduga masih tertimbun abu vulkanik.
Salah satu warga Ngempringan, Slamet, mengatakan, masih terdapat tujuh orang tetangganya yang diduga hilang. "Ada tujuh. Pak Proyatmojo, Mbok Sisum Mitrowiyono, Dalini, Mbah Muh Haji Wiyono, Murtini, Mbok Si Pon, Parmi," tutur Slamet di lokasi. Menurutnya, tujuh orang tersebut tertinggal setelah letusan besar Merapi pada Kamis (4/11) lalu.
"Terjadi aliran diiringi material," ujar percakapan di HT dengan gelombang informasi soal Merapi.
Sungai-sungai berhulu di Merapi seperti Kali Gendol, Kali Boyong, Kali Kuning, Kali Krasak, Kali Code, dan Kali Apu. Petugas informasi Merapi pun mengingatkan agar para warga, relawan dan wartawan waspada terhadap aliran lahar dingin. Aliran lahar dingin itu, menurut petugas tersebut, ditandai dengan adanya bau belerang.
Sedangkan batas aman aliran lahar dingin tersebut, ujar sang petugas, ada di kisaran 500 meter. "Jarak aman masih di 500 meter. Harap waspada,"tuturnya. Petugas pun mengimbau agar warga yang berada di pinggir kali menggunakan masker.
Selain itu, menurut pantauan HT, terdapat kepulan asap vulkanik coklat dan putih yang membumbung ke arah vertikal. Sementara angin sendiri, bergerak ke timur laut dan cenderung ke barat merapi.
Sementara, kegiatan evakuasi warga yang diduga tewas akibat bencana masih dilakukan oleh TNI Angkatan Darat (Kopasus), tim Search and Rescue (SAR), PMI, Wanadri, dan relawan lainnya di Desa Ngempringan, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Tim kopasus dan PMI kembali menggunakan alat berat haglun untuk menerobos medan evakuasi. Sayangnya, pencarian yang dilakukan dari pukul 07.00 hingga pukul 10.00 WIB itu tidak menemukan satu pun korban yang diduga masih tertimbun abu vulkanik.
Salah satu warga Ngempringan, Slamet, mengatakan, masih terdapat tujuh orang tetangganya yang diduga hilang. "Ada tujuh. Pak Proyatmojo, Mbok Sisum Mitrowiyono, Dalini, Mbah Muh Haji Wiyono, Murtini, Mbok Si Pon, Parmi," tutur Slamet di lokasi. Menurutnya, tujuh orang tersebut tertinggal setelah letusan besar Merapi pada Kamis (4/11) lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar