expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 15 November 2010

Merapi: Ekonomi Lumpuh, Sektor Pertanian Hancur

Senin, 15 November 2010


Yogyakarta, Kompas - Meletusnya Gunung Merapi melumpuhkan berbagai sektor, baik pariwisata, perhotelan, pertanian, peternakan, maupun perikanan. Kerugian diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah.

Dampak ekonomi letusan Merapi di Jawa Tengah antara lain adalah lumpuhnya wisata Candi Borobudur. Kerugian riil belum terdata seluruhnya, tetapi yang lebih penting Borobudur, yang tertutup abu vulkanik cukup parah, perlu penanganan cepat.  Hancurnya bisnis hotel terparah terjadi di obyek wisata Kaliurang, Sleman, DIY. Ketua Asosiasi Perhotelan Kaliurang Christian Awuy menuturkan, ada 280 hotel dan 120 rumah makan di kawasan wisata Kaliurang tutup sejak 26 Oktober.

Pertanian
Letusan Merapi merusak sektor pertanian di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kerugian diperkirakan Rp 247,3 miliar. Tanaman rusak terdiri dari padi, buah salak, dan sayuran.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Magelang Wijayanti mengatakan, kerusakan terjadi pada sebagian besar tanaman di 12 kecamatan karena tertutup abu vulkanik. ”Nilai kerugian terbesar terjadi pada tanaman salak, Rp 84,01 miliar. Nilai kerugian ini termasuk kerugian akibat ekspor salak yang tertunda karena 65 persen tanaman salak rusak dan gagal panen,” katanya.

Hal yang sama dialami Kabupaten Sleman. Salak pondoh yang telah mendunia porak poranda oleh abu vulkanik. Dari 2.000 hektar kebun salak, 1.400 hektar di antaranya rusak berat.
Setiap hektar ditanami sekitar 2.000 rumpun salak dan setiap rumpun menghasilkan 10 kilogram salak per tahun. Jika dihitung dengan harga termurah Rp 5.000 per kg, maka untuk 1.400 ha kerugian mencapai Rp 140 miliar. Demikian Riyadi Martoyo, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman.

Kerusakan juga terjadi pada 201 ha hutan rakyat, 309 ha hutan negara, dan 357 ha areal perkebunan. ”Erupsi Merapi menghabiskan tanaman seperti kopi, kelapa, lada, kakao, dan cengkeh, terutama di dusun-dusun di tepi Kali Gendol. Kami perkirakan kerugian sektor perkebunan mencapai 1,5-2 kali lipat dari yang kini terdata,” kata Mashudi, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman.

Peternakan
Dampak di Kabupaten Sleman, DIY, dan Kabupaten Boyolali serta Klaten, Jawa Tengah, sebagai penghasil susu perah juga memprihatinkan. Ada 1.548 sapi perah di Kabupaten Sleman yang mati. ”Dua koperasi susu, Usaha Peternakan dan Pemerahan (UPP) Kaliurang dan UPP Sarana Makmur sudah tiga minggu tutup. Uang yang hilang dari potensi penjualan susu sapi sekitar Rp 112 juta per hari,” kata Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman Suwandi Azis.

Di Kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali, menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Witono, 62.999 sapi perah, sapi potong, dan kerbau terancam produksinya. Banyak sapi potong yang kurus dan harga jualnya merosot sampai Rp 3 juta karena sulit mencari makanan ternak.

Di Kabupaten Magelang, menurut Tri Agung, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Magelang, ada 125.706 ekor ternak (sapi, kerbau, kambing, dan domba) terkena dampak letusan Merapi. Di sektor perikanan, luas kolam ikan yang terkena dampak 174,77 ha dan kolam mina padi 2.135,5 ha.

Kerugian perikanan di Kabupaten Sleman Rp 11,5 miliar. Kolam ikan milik rakyat yang menyebar di Kecamatan Ngemplak hampir seluruhnya terairi dari Kali Kuning yang berhulu di Gunung Merapi. Kecamatan Ngemplak dan Cangkringan adalah pemasok 80 persen kebutuhan benih ikan dan 60 persen ikan konsumsi di DI Yogyakarta. Karena itu, kebutuhan ikan di DIY terganggu.

”Namun, saya optimistis dalam satu-dua bulan setelah erupsi Merapi berakhir, masalah di bidang perikanan akan segera teratasi. Begitu belerang tidak ada lagi di Kali Kuning, kolam-kolam akan aman,” kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman Suparmono.

Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Sabtu, menyatakan, letusan Merapi yang berulang sejak 26 Oktober bukan letusan seperti biasa. Karena itu, dampaknya tidak terduga. Belajar dari peristiwa ini, penanganan dampak letusan Merapi untuk masa mendatang diharapkan tidak serba darurat seperti saat ini. Sultan memberi contoh, Kabupaten Sleman yang menerima dampak terparah harus berupaya lagi dari nol. 

(PRA/GAL/WIE/EGI/ILO/ENY/ WHO/ARA/MDN)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar