Rabu, 10 November 2010
PADANG, KOMPAS - Sekitar dua minggu pasca- tsunami di Kabupaten Mentawai, distribusi barang dari Kota Padang ke daerah tersebut masih banyak. Sementara jadwal kapal feri dari Padang ke Mentawai sangat terbatas. Akibatnya, distribusi barang pun terhambat.
Hambatan ini setidaknya tampak di Pelabuhan Busung, Kota Padang, Selasa (9/11). Terdapat satu jadwal pelayaran dari Pelabuhan Bungus tujuan Sikakap pada Selasa kemarin.
Berdasarkan pemantauan, arus barang masih banyak dari Padang tujuan Sikakap. Namun, tidak semuanya bisa masuk ke kapal feri PT ASDP. Mayoritas barang adalah bahan makanan.
Meski kapal feri paling cepat berangkat pukul 15.00, akses barang telah ditutup sejak pukul 13.00.
Menurut Supervisor Lintasan PT ASDP Pelabuhan Busung Suparman, penutupan akses barang disebabkan kapasitas muat kapal telah mencapai ambang batas.
”Karena kapasitas muat kapal sudah dalam ambang batas, kami harus menutup akses. Ini demi keselamatan penumpang,” kata Suparman.
Barang yang belum terangkut ada yang milik warga dan ada pula yang merupakan bantuan bencana. Salah satunya adalah barang bantuan yang diangkut dua mobil dari Tagana, Sumatera Barat.
”Karena barang tak bisa masuk kapal, maka kami sedang mencari kapal lain. Tapi kelihatannya tidak ada. Jadwal paling cepat baru minggu depan,” kata Koordinator Tagana di Padang, Solekhan.
Sementara barang milik warga yang tak terangkut pun menumpuk di Pelabuhan Busung. Barang tersebut pun juga sangat dibutuhkan karena pascabencana, praktis semua kebutuhan pangan Mentawai mengandalkan pasokan dari Padang.
Dalam seminggu, ada tiga jadwal dari Pelabuhan Bungus ke Sikakap.Sementara untuk yang tujuan Kota Kabupaten Mentawai, Tua Pejat, sebulan hanya ada dua kali pelayaran. Hal sama juga terjadi untuk jadwal ke Siberut.
Dari Sikakap dilaporkan aktivitas belajar-mengajar di sekolah-sekolah di wilayah yang terkena bencana gempa tsunami di Pagai Utara dan Selatan, Mentawai, belum pulih. Hingga kini masih banyak siswa yang belum kembali belajar di sekolah.
Di SMAN 1 Pagai Utara dan Selatan, satu-satunya SMA di Kepulauan Pagai, suasana di ruang-ruang kelas masih tampak lowong. Sebagian siswa asal daerah-daerah terkena bencana belum kembali ke sekolah untuk belajar.
Dari 657 siswa yang terdaftar di sekolah ini, rata-rata baru 300 siswa per hari selama sepekan terakhir yang hadir di sekolah. ”(Belajar-mengajar) memang belum efektif. Mereka masih di dalam suasana berduka dan sibuk mengurusi keluarganya,” ujar Dewi Sinta Juwita, Kepala SMAN 1 Pagai Utara dan Selatan.
Waktu belajar-mengajar pun lebih cepat dari biasanya. Siswa- siswa di sejumlah kelas dipulangkan lebih cepat. Dari biasanya sekitar enam jam waktu belajar, kemarin, sejumlah siswa hanya belajar dua jam. Siswa masuk pukul 07.30 WIB, mereka sudah pulang pukul 09.30 WIB.
Pihak sekolah juga terpaksa menggabungkan tiga kelas sekaligus untuk sejumlah mata pelajaran.
”Soalnya, tidak efektif kalau masing-masing, sementara siswanya sedikit,” ujar Dewi kemudian. Namun, dia menampik itu terjadi akibat sejumlah guru masih belum masuk mengajar.
Sebanyak 80 persen siswa di SMAN 1 Pagai Utara dan Selatan yang berada di Sikakap ini berasal dari wilayah terpencil yang sulit dijangkau sehingga sebagian terpaksa indekos di gubuk-gubuk di Sikakap.
Tsunami Hantam Mentawai Pukul 21.56
Terjawab sudah pertanyaan sejumlah kalangan tentang kapan persisnya gelombang tsunami menghantam Mentawai. Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin pakar tsunami, Subandono Diposaptono, menemukan jam dinding yang sudah tidak berfungsi lagi di dusun Maonai, Desa Bulasat, Kecamatan Pagai Selatan.
"Jarum jam menunjuk angka pukul 09.56. Ini artinya tsunami menyeret jam dinding dan mengakibatkan jam dinding berhenti berdetak karena hantaman tsunami pada pukul 21.56. Hal ini menunjukkan bahwa tsunami menerjang pantai Dusun Maonai 14 menit setelah terjadinya gempa," ujar pakar tsunami tersebut, Rabu (10/11/2010) di kantor KKP, Jakarta.
Seperti diwartakan, gempa terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010 pukul 21.42 dan berpusat di 3,61 Lintang Selatan dan 99.93 Bujur Timur serta berkekuatan 7,2 SR. Gempa ini menimbulkan tsunami dan menghancurkan kawasan pesisir di pantai barat Pulau Pagai Selatan, Pagai Utara, dan Sipora.
Subandono menambahkan, tinggi tsunami Mentawai yang berhasil teramati di sekitar 13 titik bervariasi antara 2-8 meter. Ketinggian tsunami tersebut diukur dari permukaan air laut sesaat sebelum tsunami. Perbedaan ketinggian tsunami dari satu tempat ke tempat lain lebih dipengaruhi faktor lokal, seperti batimetri dan geomorfologi pantai berupa teluk.
Tinggi genangan gelombang tsunami yang menghempas ke daratan bervariasi dan rata-rata 1-4 meter diukur dari permukaan tanah. Genangan tsunami tersebut dibarengi arus yang cukup deras, yaitu 10-25 km/jam, dengan tekanan yang ditimbulkan mulai 1-3 ton/meter persegi. Kecepatan arus dan tekanan inilah yang menghancurkan kehidupan di pantai.
(LAS/JON/Hindra Liu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar